Friday, December 28, 2012

On The Way Home

Here comes the motion!


On The Way Home from Aditya Darmawan on Vimeo.

A 'coming home' journey to find peace and feels-like-home feeling. An hour and a half walking finding a place called home. Enjoy!

Video ini merupakan versi visual dari postingan sebelumnya. Nah, seperti yang saya bilang di postingan sebelumnya, saya nggak banyak memotret. Tapi sebenarnya saya 'sibuk' mendokumentasikan perjalanannya via gambar bergerak.

Tentunya dibandingkan karya-karya videographer serius macam Giri Prasetya ini tidak ada apa-apanya, tapi karya-karya beliaulah yang menginspirasi saya.

Cuma kegiatan iseng untuk meramaikan promosi negeri paling indah ini pada dunia.

Special thanks buat Bramas Firmandi (@bramas_firmandi) yang sudah mau saya jadikan objek berjalan di projek dadakan kali ini.

Thursday, December 27, 2012

Setengah Telanjang di Tengah Hutan

Berawal dari gatalnya kaki ingin melangkah dan ajakan dari seorang teman. Beberapa hari yang lalu saya blusukan ke tengah hutan. Perjalanan iseng kali ini bersifat 'fun-trekking'.

Berjarak cuma sekitar satu jam perjalanan dari Surabaya, kami berangkat pagi-pagi sekali. Pukul enam pagi kami berangkat dari rumah.

Menuju kaki Gunung Arjuna-Welirang dengan hanya berbekal beberapa bungkus roti dan beberapa botol air mineral selama pendakian.

Sebenarnya kami tidak menuju Gunung Welirang, karena memang hanya ingin jalan santai. Tujuan kami mengarah ke Air Terjun Alap-alap.

Dengan kaos, celana pendek kargo, dan sepatu trekking, penjelajahan dimulai. Teman saya menyarankan tidak perlu membawa kamera, tapi saya tetap membawanya.

Karena kali ini medannya menembus hutan, jadi saya membawa peralatan seadanya. Kamera dan tripod dengan tas selempang dilengkapi rain cover.

Dengan jalur trekking yang tidak begitu sulit, tetapi penuh dengan bebatuan besar mengharuskan kami sedikit melakukan manuver.

Tiba-tiba saja..

"krek.."

Suara itu timbul ketika saya mencoba melewati pohon besar yang jatuh melintang.

Saya menoleh kebawah. Terlihat pangkal paha saya terbuka.

Yap. Celana saya sobek. Dari ujung retsleting sampai hampir ke paha. Dan saya langsung muram. Karena itu celana kesayangan yang biasa dipakai trekking dan jalan-jalan santai. Karena celana itu nggak murah. Hemp.

Memang.. Bentuk badan saya sedikit berbeda dengan orang kebanyakan. Terkadang untuk hal-hal seperti ini dibutuhkan anggaran khusus untuk sebuah outfit outdoor, dan untuk faktor kenyamanan. Haha. :|

Baru setengah perjalanan dan saya masih dongkol. Semriwing merasakan semilir angin yang masuk lewat sobekan celana menuju bagian-bagian terlarang.

Karena banyak pohon melintang, adegan meloncat dan melewati pohon besar terulang lagi. Begitu juga makin sering terdengar suara-suara "krek" yg lain.

Saya menghela nafas, sambil pasrah merelakan celana kesayangan yang belahannya hampir bersaing dengan rok-rok pramugari maskapai penerbangan.

Setengah telanjang saya mengarungi hutan tersebut. Untungnya tidak sering berpapasan dengan trekker lain.
Satu jam kemudian, dengan sedikit berputar-putar dan tersesat karena lupa jalan. Akhirnya kami sampai.

Air Terjun Alap-alap.
Alap-alap berasal dari nama burung pemangsa, adalah nama lain burung Elang Jawa.
Air terjun ini disebut begitu karena konon katanya di sekitaran air terjun ini dulunya banyak terdapat habitat Elang Jawa.
Air terjun yang lebih mirip pancuran ini terpampang megah di depan kami.
Saya kemudian mencari tempat duduk untuk mengistirahatkan kaki dan sedikit meratapi nasib celana saya.

Karena tempatnya yang tidak mudah dijangkau, Air Terjun tersebut tidak begitu ramai. Hanya ada kami dan beberapa orang di bebatuan bawah yang sedang duduk mengobrol diantara batu-batu raksasa itu.

Pagi itu langit sedang mendung, tapi untungnya saya masih bisa mendapat gambar yang lumayan. Karena tidak berapa lama, langit semakin gelap. Tanda hujan akan datang.

Kami segera bergegas meninggalkan tempat, ketika kami akan pergi, beberapa anak muda datang bergerombol. Mereka langsung saja membuka baju dan mandi disana.

Saat kami kembali turun, sambil menyapa para pendaki di bebatuan tadi, kami bertukar cerita.
Terdengar kabar bahwa beberapa bulan yang lalu ada serombongan anak-anak SMA yang sedang mandi di air terjun tersebut dan salah satu temannya tergelincir di antara bebatuan raksasa itu dan terjatuh hingga akhirnya nyawanya tidak terselamatkan.

Kejadian tersebut meninggalkan pesan, bahwa kita tetap harus berhati-hati dan tidak banyak bercanda berlebihan di tempat-tempat seperti ini.

Setelah sampai di bawah, kami beristirahat di warung, memesan semangkok mie instan sebagai ganti energi yang terbuang selama pendakian sambil menikmati suasana asri kaki gunung dengan dikelilingi barisan pohon pinus yang menemani makan siang kami.

Dan adegan makan siang itu mengakhiri perjalanan singkat yang 'membekas' tersebut.

Nasib celana saya. :(
NB:
Di perjalanan kali ini saya tidak banyak memotret. Karena merasa ribet harus memasukkan dan mengeluarkan kamera DSLR dari dalam tas, juga karena medannya yang lumayan berat jadi saya menganut ungkapan "save the best for the last". Selain demi keamanan dan keselamatan kamera saya juga. Huehehe.