Wednesday, January 30, 2013

Suatu Hari di Jogja


Jogja In Motion from Aditya Darmawan on Vimeo.

Jogja!
Jogja membuka perjalanan saya di awal tahun ini.

Kali ini adalah perjalanan kesekian kalinya mengunjungi Jogjakarta. Tanpa tujuan yang pasti sebenarnya. Saya hanya merindukan suasana kota keraton ini.

Riuhnya Malioboro, gang-gang di Sosrowijayan yang tenang, gemuruh ombak di jajaran pantai Gunung Kidul, dan menikmati hangatnya malam di salah satu sudut angkringan.

Jalan-jalan di musim hujan itu memang harus sedikit bersabar. Datangnya hujan yang tiba-tiba dan membuat itinerary berantakan membuat saya harus berpikir agar perjalanan kali ini tidak sia-sia dan hanya menghabiskan waktu di penginapan saja.

Oiya, akhir-akhir ini saya lagi seneng bikin video perjalanan. Jadi mungkin dalam beberapa perjalanan ke depan saya akan menyertakan video dokumentasi. Huehehe

Jadi, langsung tonton aja ringkasan perjalanan kali ini via gambar bergerak di atas! :)
*alibi malas cerita :p*

NB:
Perjalanan saya kali ini di temani oleh Mobil Jogja Tours. Sebuah jasa tours dan rental mobil di Jogjakarta. Bukan! Bukan saya menggunakan jasa tours, tetapi si empunya rental adalah teman baik pacar saya. Jadi perjalanan kali ini semacam di endorse, di ajak berkeliling sehari.

Buat teman-teman yang ingin menggunakan bantuan dari MJT, tentang rental mobil, motor, penginapan sampe menyusun itinerary dan menemani jalan-jalan, bisa hubungi kontak di bawah ini.

Twitter : @mobiljogjatours
Website : mobiljogjatours.com
Contact Person : Anto (owner) +6281578263492

Friday, January 18, 2013

Late Greeting

Good morning travellers!
Mungkin sedikit terlambat buat ngucapin selamat tahun baru. Well, sebenarnya opening post tahun ini tentang laporan perjalanan saya kemarin di Kota Kraton Jogja. Yap, baru hari kelima di tahun baru ini saya sudah melakukan perjalanan. Hehe

Nah, selain beberapa saat yang lalu saya sibuk tenggelam dengan kehidupan kampus, ada sedikit kabar buruk. PC saya tiba-tiba mengalami software crash dan gawatnya lagi semua data tentang perjalanan kemarin ada disitu semua termasuk semua perjalanan terdahulu. Beberapa file penting sudah saya pindahkan ke HD external, tetapi hampir 80% file foto dan video saya ada disitu.

Bantu saya dengan doa ya teman-teman. Semoga sahabat saya satu ini cepat sembuh dan masih bisa di selamatkan semua isinya.. :(

Si PC sekarang sedang di bawa oleh pihak yang berwajib guna proses penyembuhan. Heuheu
Sekian quick updatenya..

Terakhir, selamat tahun baru 2013!

Sampai jumpa di jalan!

Salam sesama pejalan.


So, where we go next? :)

Friday, December 28, 2012

On The Way Home

Here comes the motion!


On The Way Home from Aditya Darmawan on Vimeo.

A 'coming home' journey to find peace and feels-like-home feeling. An hour and a half walking finding a place called home. Enjoy!

Video ini merupakan versi visual dari postingan sebelumnya. Nah, seperti yang saya bilang di postingan sebelumnya, saya nggak banyak memotret. Tapi sebenarnya saya 'sibuk' mendokumentasikan perjalanannya via gambar bergerak.

Tentunya dibandingkan karya-karya videographer serius macam Giri Prasetya ini tidak ada apa-apanya, tapi karya-karya beliaulah yang menginspirasi saya.

Cuma kegiatan iseng untuk meramaikan promosi negeri paling indah ini pada dunia.

Special thanks buat Bramas Firmandi (@bramas_firmandi) yang sudah mau saya jadikan objek berjalan di projek dadakan kali ini.

Thursday, December 27, 2012

Setengah Telanjang di Tengah Hutan

Berawal dari gatalnya kaki ingin melangkah dan ajakan dari seorang teman. Beberapa hari yang lalu saya blusukan ke tengah hutan. Perjalanan iseng kali ini bersifat 'fun-trekking'.

Berjarak cuma sekitar satu jam perjalanan dari Surabaya, kami berangkat pagi-pagi sekali. Pukul enam pagi kami berangkat dari rumah.

Menuju kaki Gunung Arjuna-Welirang dengan hanya berbekal beberapa bungkus roti dan beberapa botol air mineral selama pendakian.

Sebenarnya kami tidak menuju Gunung Welirang, karena memang hanya ingin jalan santai. Tujuan kami mengarah ke Air Terjun Alap-alap.

Dengan kaos, celana pendek kargo, dan sepatu trekking, penjelajahan dimulai. Teman saya menyarankan tidak perlu membawa kamera, tapi saya tetap membawanya.

Karena kali ini medannya menembus hutan, jadi saya membawa peralatan seadanya. Kamera dan tripod dengan tas selempang dilengkapi rain cover.

Dengan jalur trekking yang tidak begitu sulit, tetapi penuh dengan bebatuan besar mengharuskan kami sedikit melakukan manuver.

Tiba-tiba saja..

"krek.."

Suara itu timbul ketika saya mencoba melewati pohon besar yang jatuh melintang.

Saya menoleh kebawah. Terlihat pangkal paha saya terbuka.

Yap. Celana saya sobek. Dari ujung retsleting sampai hampir ke paha. Dan saya langsung muram. Karena itu celana kesayangan yang biasa dipakai trekking dan jalan-jalan santai. Karena celana itu nggak murah. Hemp.

Memang.. Bentuk badan saya sedikit berbeda dengan orang kebanyakan. Terkadang untuk hal-hal seperti ini dibutuhkan anggaran khusus untuk sebuah outfit outdoor, dan untuk faktor kenyamanan. Haha. :|

Baru setengah perjalanan dan saya masih dongkol. Semriwing merasakan semilir angin yang masuk lewat sobekan celana menuju bagian-bagian terlarang.

Karena banyak pohon melintang, adegan meloncat dan melewati pohon besar terulang lagi. Begitu juga makin sering terdengar suara-suara "krek" yg lain.

Saya menghela nafas, sambil pasrah merelakan celana kesayangan yang belahannya hampir bersaing dengan rok-rok pramugari maskapai penerbangan.

Setengah telanjang saya mengarungi hutan tersebut. Untungnya tidak sering berpapasan dengan trekker lain.
Satu jam kemudian, dengan sedikit berputar-putar dan tersesat karena lupa jalan. Akhirnya kami sampai.

Air Terjun Alap-alap.
Alap-alap berasal dari nama burung pemangsa, adalah nama lain burung Elang Jawa.
Air terjun ini disebut begitu karena konon katanya di sekitaran air terjun ini dulunya banyak terdapat habitat Elang Jawa.
Air terjun yang lebih mirip pancuran ini terpampang megah di depan kami.
Saya kemudian mencari tempat duduk untuk mengistirahatkan kaki dan sedikit meratapi nasib celana saya.

Karena tempatnya yang tidak mudah dijangkau, Air Terjun tersebut tidak begitu ramai. Hanya ada kami dan beberapa orang di bebatuan bawah yang sedang duduk mengobrol diantara batu-batu raksasa itu.

Pagi itu langit sedang mendung, tapi untungnya saya masih bisa mendapat gambar yang lumayan. Karena tidak berapa lama, langit semakin gelap. Tanda hujan akan datang.

Kami segera bergegas meninggalkan tempat, ketika kami akan pergi, beberapa anak muda datang bergerombol. Mereka langsung saja membuka baju dan mandi disana.

Saat kami kembali turun, sambil menyapa para pendaki di bebatuan tadi, kami bertukar cerita.
Terdengar kabar bahwa beberapa bulan yang lalu ada serombongan anak-anak SMA yang sedang mandi di air terjun tersebut dan salah satu temannya tergelincir di antara bebatuan raksasa itu dan terjatuh hingga akhirnya nyawanya tidak terselamatkan.

Kejadian tersebut meninggalkan pesan, bahwa kita tetap harus berhati-hati dan tidak banyak bercanda berlebihan di tempat-tempat seperti ini.

Setelah sampai di bawah, kami beristirahat di warung, memesan semangkok mie instan sebagai ganti energi yang terbuang selama pendakian sambil menikmati suasana asri kaki gunung dengan dikelilingi barisan pohon pinus yang menemani makan siang kami.

Dan adegan makan siang itu mengakhiri perjalanan singkat yang 'membekas' tersebut.

Nasib celana saya. :(
NB:
Di perjalanan kali ini saya tidak banyak memotret. Karena merasa ribet harus memasukkan dan mengeluarkan kamera DSLR dari dalam tas, juga karena medannya yang lumayan berat jadi saya menganut ungkapan "save the best for the last". Selain demi keamanan dan keselamatan kamera saya juga. Huehehe.

Thursday, November 29, 2012

Catatan Perjalanan : Semalam Di Perbatasan

Purnama yang enggan beranjak. Sarangan.
Februari 2012.

Malam itu di kampus biru. Institut Teknologi Sepuluh November. Mantan kampus saya yang penuh kenangan. Entah bagaimana awalnya saya bisa berada di kampus tersebut, malam itu.

Adalah Bram, sahabat saya bertualang yang waktu itu sedang gundah gulana -karena entah masalah apa, saya lupa-, dia secara tiba-tiba mengeluarkan sebuah kalimat.

"Bromo yuk!", kata Bram.
"Malam ini?", saya menimpali.
"Masa tahun depan..", ujarnya setengah sewot.
"Boleh.. Tapi, bosen ah. Em, Bali? Atau Bandung? Kita jenguk Amel!", saya memberi ide baru, sekalian mengunjungi teman masa SMA kami, yang lama tidak pulang karena sekarang kerja disana.
"Boleh sih, tapi entahlah, rasanya aneh. Ambil yang medium aja. Sarangan?? Kan ente belum pernah tuh", katanya sambil melontarkan tantangan balik.

Singkat kata, malam itu kami berangkat ke Danau Sarangan.

Setelah melengkapi perbekalan dan peralatan, berangkatlah kami memacu Tigi. Ya, Tigi selalu diandalkan mengarungi perjalanan impulsif kami di malam hari. Dengan perkiraan kami akan sampai dalam waktu 5 jam. Seingat saya kami berangkat pukul 11.00 malam.

Di tengah jalan, kami berhenti sejenak untuk mencari makan. Kami berdua berangkat dalam kondisi perut kosong. Jadilah kami berhenti di sebuah warung nasi pinggir jalan, warung ini sudah mendekati daerah tujuan.  Sembari kami menunggu makanan dimasak, tiba-tiba muncul seorang bapak-bapak paruh baya yang menanyakan tujuan pada si pemilik warung. Beliau menanyakan arah tujuan.

Saya tidak begitu mengerti, intinya bapak itu menanyakan apakah benar jalan ini menuju ke arah barat. Sebenarnya beliau menyebutkan nama suatu tempat , saya lupa, yang saya ingat waktu itu, Bram ikut membantu bapak paruh baya tersebut untuk memberi petunjuk ke tempat yang dituju, karena dia tahu daerah itu.

Nah, satu hal yang membuat saya takjub adalah ketika Bram iseng-iseng bertanya kemana tujuan bapak itu. Dengan entengnya beliau menjawab akan menuju Pulau Sumatera. Sambil menata kembali konsentrasi saya, saya dengan spontan mengulangi apa yg dikatakan bapak tersebut, " Sumatera, pak?".

Beliau hanya tersenyum. Saya memandangi kendaraannya yang seadanya, sebuah motor bebek yang kalau tidak salah keluaran tahun 90an, dengan plat nomor belakang sedikit miring karena salah satu bautnya sudah hilang. Beliau yang hanya memakai jaket kulit, celana kain, dan sandal ala bapak-bapak yang amat sangat tidak mencerminkan outfit untuk menjelajahi jalanan. Jangankan antar pulau, antar kota pun tidak. Dandanan beliau hanya seperti ketika ingin pergi ke suatu tempat yang dekat dengan tempat tinggalnya.

Tidak lama setelah bapak itu pergi, pesanan kami datang. Kami segera menghabiskan apa yang kami pesan, setelah itu bergegas melanjutkan perjalanan sebelum matahari menampakkan wujudnya, karena waktu itu kami bertekad menikmati munculnya matahari di dataran tinggi tempat danau itu berada.

Dua jam kemudian kami sampai di dataran tinggi tersebut. Memang bukan di danaunya, karena danau itu berada di tengah-tengah dinding-dinding pegunungan, jadi kami mencari spot yang asik untuk duduk dan memandangi matahari tersebut. Sewaktu kami sampai, bahkan kami masih bisa memandangi indahnya bulan purnama malam itu (foto di awal postingan adalah foto bulan ketika kami datang dan matahari belum nampak).

Sang surya menampakkan dirinya malu-malu.

Dan sampailah kami, menanti pertunjukkan pagi, kemunculan sang surya. Sejenak kami terdiam, menunggu penguasa siang menampakkan wajahnya.

Ketika pertunjukkan berakhir, kami melanjutkan perjalanan.

Akhirnya sampailah kami di tepi danau. Karena berniat untuk bermalam, kami segera mencari penginapan, karna memang datang dengan low budget, kami mencari tempat bermalam yang nyaman dan murah.

Kilatan senja yang menyambut ketika keluar dari pintu kamar.
Kami mendapatkan tempat menginap. Setelah beristirahat sejenak kami berencana untuk melanjutkan perjalanan.

Karena lokasi Sarangan berada di lereng Gunung Lawu yaitu perbatasan antara Jawa Timur dan Jawa Tengah, dan tidak jauh dari sini terdapat Air Terjun Grojogan Sewu.

Sisi impulsif kami muncul. Sempat terlintas untuk menyapa kota Solo yang tidak jauh dari tempat kami menginap. Bahkan sempat terpikir kami akan melanjutkan perjalanan ke kota Yogyakarta siang itu.

Setelah berganti pakaian kami berangkat. Kali ini kami memakai celana pendek dan kaos untuk menjelajahi provinsi sebelah.

Ya, ini lereng Gunung Lawu, dan tentunya tempatnya 'sejuk'. Bertandang ke lereng gunung dengan hanya bermodal celana pendek dan kaos saja tidak kami sarankan untuk teman-teman. Karena ternyata, di daerah lereng gunung terkadang terjadi fenomena alam yang datang tiba-tiba, yang biasa disebut hujan.

Untungnya hujan siang itu tidak terlalu deras, hanya gerimis, tetapi angin yang bertiup cukup membuat kami berdua berpelukan di atas motor dengan mesranya. Haha

Berpose di depan pintu masuk jalur pendakian Gunung Lawu.
Sesampainya di area Air Terjun Grojogan Sewu, kami harus menuruni beberapa anak tangga untuk mencapai air terjun tersebut. Air terjun setinggi 80 meter tersebut sedang ramai, meskipun bukan hari libur. Beberapa kumpulan anak muda sedang bermain-main disana, adapun beberapa keluarga yang siang itu sedang menikmati suasana air terjun sambil berfoto disana sini.

Bram dibawah guyuran Grojogan Sewu.
Saat itu saya tidak berani lebih dekat lagi, alasannya karena saya khawatir dengan kamera saya. Karena tidak weather sealed, jadi saya tetap menjaga jarak. Sempat saya mendekat, dan sedikit percikan air membasahi kamera saya, niatnya untuk mengambil pemandangan tersebut dalam slow speed, akan tetapi saya mengurungkan niat tersebut.

Selain karena banyaknya orang yang sedang bermain disana-sini, yang akan memenuhi frame saya dengan gambar-gambar mereka selagi mengambil gambar air terjun, saya khawatir akan terpeleset, karena waktu itu sepatu saya bukan sepatu trekking. Mau dilepas kok nanti ribet, jadinya ya saya pake aja.. Hehe

Satu jam lebih kami berada di air terjun tersebut. Setelah Bram puas bermain air demi menghilangkan gundah gulananya, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.

Ketika hendak akan berjalan, hujan rintik kembali turun. Dan setelah pemikiran panjang, karena kami tidak membawa mantel hujan, kami memutuskan untuk kembali ke penginapan. Merelakan Yogyakarta dan Solo untuk tidak kami singgahi hari ini. 

Pukul 4 sore kami sampai lagi di penginapan. Keadaan langit sore itu masih cerah, karena sedikit lelah saya memutuskan mengambil pemandangan Telaga Sarangan keesokan paginya.

Bram ber-levitasi.
Ditengah perjalanan pulang ke penginapan, ketika langit kembali cerah kami sempat beristirahat sejenak sambil memandangi hamparan sawah yang menenangkan.

Hamparan sawah dalam balutan miniature effect.
Alam hijau di tengah perjalanan kami kembali ke penginapan.
Keesokan paginya ketika hendak mengambil gambar danau, cuaca tidak bersahabat. Langit mendung, dan gelap, padahal sudah jam tujuh pagi. Saya menunggu sampai jam delapan, langit tak kunjung cerah, akhirnya saya memutuskan untuk pulang, tanpa harus mengabadikan danau tersebut. Dalam hati saya berkata, danau ini tidak akan kemana-mana. Saya akan kembali lagi nanti.

Setelah mengecek kondisi Tigi yang harusnya waktunya servis di bengkel dekat penginapan, kami melanjutkan perjalanan pulang. Berdoa agar Tigi baik-baik saja. :)

Bram dengan jurus 'ka-me-ha-me-ha'-nya.

Saya dan matahari dengan baju zirah andalan :p

Pemandangan siang hari di depan kamar penginapan.

Masih di depan kamar, dengan sedikit menoleh ke kanan.

Bram dengan background lukisan Sang Maha Pencipta.
NB:
Postingan ini hampir dua minggu mengendap di dalam draft, karena akhir-akhir ini lebih sibuk dengan tugas kuliah. Sore ini ketika saya tidak sengaja blogwalking ke tempat arma, dia lagi ngadain kuis karena blognya udah 2 tahun mengudara. Nah, tiba-tiba saya inget tentang postingan ini. Akhirnya saya lanjutkan dan saya ikutkan ke kuis tersebut. Iseng aja. Hehe
Buat temen-temen yang mau ikutan, coba langsung aja main ke tempat arma untuk ngecek lebih lanjut tentang kuis tersebut.

“Catatan Perjalanan: Popcorn’s 2nd Anniversary” 
Salah satu syarat wajib, harus masang banner ini :p